Jangan Menyerah di Tengah Jalan
Saturday, June 27, 2009
Di Propinsi Henan ada seorang yang sangat terpelajar bernama Yue Yang. Ia mempunyai istri yang bukan hanya pandai, tetapi juga bijaksana dan terampil. Walaupun saat itu mereka berdua tidak memiliki uang banyak, mereka dapat hidup bahagia.
Suatu pagi, Yue Yang diberi masukan oleh istrinya, "Suamiku, kamu adalah seorang yang terpelajar dan suka sekali membaca buku. Tetapi seharian membaca buku saja dari waktu ke waktu juga tidak baik. Jika kamu bijak coba amalkan pengetahuanmu yang banyak itu dalam kehidupan bermasyarakat. Hanya dengan cara demikian kamu akan menjadi lebih pandai dan bijaksana serta pengetahuanmu akan sangat berguna. Pergilah keluar dan temuilah orang-orang, jika mereka punya masalah coba bagaimana kamu menyelesaikan dengan apa yang sudah kamu pelajari! Selain itu diluar sana kamu bisa menuntut pengetahuan dan belajar dari orang-orang yang pantas."
Setelah berpikir panjang, Yue Yag pun berkemas dan membawa bekal untuk pergi ke kota, tempat ia bisa bertemu dengan banyak orang. Ia ingin pergi untuk mengamalkan ilmu dan juga untuk bisa belajar banyak. Karena itu, walaupun ia sangat rindu pulang ke rumah, ia selalu teringat perkataan istrinya agar ia bisa lebih maju lagi. Ia tetap menguatkan hati ketika rasa kangen mengganggu dirinya. Tidak terasa sudah setahun ia meninggalkan rumahnya dan ia sudah pergi ke banyak tempat dan menjumpai banyak orang. Pengetahuan Yue Yang pun bertambah luas dan hikmahnya bertambah dalam. Tetapi karena sudah tidak bisa menahan rindu untuk bertemu istri yang sangat dicintainya, maka ia pun pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Yue Yang memutuskan untuk membuat istrinya terkejut. Karena itu, ia pun masuk dengan mengendap-endap. Pintu ia buka secara hati-hati agar tidak mengeluarkan suara. Di dalam rumah tampak istrinya sedang menyulam. Istrinya tidak menyadari bahwa suaminya sudah ada di belakangnya. Ia terus sibuk menyulam kain. Setelah tepat di belakang tubuh istrinya, Yue Yang dengan tersenyum lebar berteriak,"Istriku, aku sudah pulang!"
Istrinya kaget namun merasa gembira suami yang sudah lama ditunggu-tunggu akhirnya ada di hadapannya. Mereka pun berpelukan, dan bercerita dari hati ke hati sepanjang hari.
Setelah beberapa hari istrinya bertanya serius kepadanya,"Apakah kamu sudah berhasil? Apakah pengetahuan dan hikmahmu sudah cukup banyak?"
Yue Yang pun menjawab,"Aku sudah banyak belajar tetapi tentu saja pengetahuan dan hikmatku belum cukup banyak! Tetapi aku tidak kuasa menahan rindu lagi, jadi aku memutuskan untuk pulang dan merasa cukup."
Mendengar jawaban suaminya, istrinya pun segera pergi ke tempat menyulam kain yang sudah setengah jadi. Ia mengambil gunting dan memotong-motongnya secara sembarangan, dan kain itu pun tidak beraturan lagi.
Dengan kaget dan tidak dapat memahami apa yang dibuat istrinya, Yue Yang bertanya, "Ada apa denganmu? Sudah susah payah menyulam sampai setengah jadi begini, lalu kamu gunting-gunting dan merusaknya. Kalau begini kain itu sudah tidak berguna lagi, lagi pula sayang sekali waktu, pikiran dan tenaga yang sudah kamu gunakan untuk menyulam kain ini."
Istrinya pun menjelaskan apa maksudnya,"Kamu merasa sayang sekali kalau kain ini saya rusak, kan? Sebenarnya kain yang sudah disulam separuh dan potongan kain ini sama saja tidak ada gunanya. Kain setengah jadi belum bisa digunakan untuk membuat sebuah baju demikian juga dengan potongan kain ini. Kamu belajar baru separuh sudah tidak berniat lagi belajar karena rindu rumah. Kamu harus bisa menguasai dirimu agar belajar sampai cukup berguna. Kalau tidak, apa yang kamu pelajari tidak ada bedanya dengan kain setengah jadi yang saya potong-potong ini; sama-sama tidak berguna."
Setelah mendengar apa yang dikatakan, Yue Yang pun mengerti apa maksudnya. Ia berkemas dan pergi lagi untuk belajar sampai cukup. Yue Yang terus belajar sampai menjadi ilmuwan dan ahli dalam pendidikan. Tidak terasa ia sudah tujuh tahun pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah bertemu dengan istrinya. Setelah sukses dalam belajar dan berguna bagi orang, maka ia pun melangkah mantap untuk menjemput istrinya.
Di kemudian hari, tindakan istrinya itu menjadi sebuah idiom; BAN TU ER FEI. JANGAN MENYERAH DI TENGAH JALAN !!!
0 comments:
Post a Comment