Free Inspiration Poetry: RAHASIA PRIBADI oleh Muhammad Iqbal
Wednesday, July 29, 2009
Kala matahari memancar cerah ke alam semesta
Tercurah ke dalam malam bagai maling
Air mataku mengembun pada wajah mawar
Tangisku menyentak kantuk dari bunga nargis
Gairahku membangunkan rerumputan yang bertumbuhan kian tinggi
Tukang kebun mengajar aku mengalunkan lagu kekuasaan
Disemaikannya sebuah sajak serta dipanennya sebilah pedang
Di dalam tanah hanya bibit airmataku yang dia tanam
Dan dia tuntun keluh kesahku bersama taman bagai benang dan alat tenun
Meskipun aku hanya debu, namun sinar mentari adalah milikku:
Dari cakrawala dadaku ini terbit ratusan fajar
Debuku paling kemilau dari kilau piala Jamsid
Yang mengetahui segala peristiwa sebelum sampai ke dunia ini
Namun harapku terus memburu, dan di plana kudaku
Tergantung seekor kijang
Yang masih terkurung dalam kubah fenomena
Keelokan tamanku meski belum hijau kemilau daunnya
Telah dipenuhi kuntum mawar, mekar tersembunyi di antara lipatan baju
Maka aku jadikan para penyanyi diam membisu bila mereka duduk bersama
Aku getarkan senar kalbu mereka yang tengah menyimak diriku
Karena gitar ajaibku mengalirkan irama paling murni:
Namun bagi kawanku senandung iramaku itu teramat asing
Aku lahir ke dunia ini sebagai matahari baru
Aku tak tahu jalan dan gaya angkasa
Dan bintang-bintang tak ingin lari
Mereka berlesatan di hadapan diriku
Padahal air perakku belum berkilau
Dan sinarku yang menari-nari itu belum pula menjamah samudera
Pun warnaku yang merah tua belum pula menyaput gunung-gunung
Karena mata kejadian belum mengenal aku
Maka aku belum dapat berdiri setegaknya,
kebimbangan menggoyangku
Dari ufuk timur fajar bagiku tiba mengedari malam
Embun kemilau bersemayam di wajah mawar dunia
Aku menunggu kebangkitan yang asyik-masyuk atas sinar fajar
Ah, betapa gembira mereka yang hendak memuja apiku!
Tapi aku tak menghendaki telinga zaman sekarang
Akulah suara penyair dari dunia masa depan
Karena zamanku tak pernah memahami maksudku
Yusufku bukan sarana bagi pasar ini
Putus harapanku dengan kawan-kawan lama
Gunung Sinaiku menyala bagi Musa masa depan
Samudera mereka diam tenang seperti embun
Tapi embunku gelisah laksana badai topan
Laguku dari semesta yang lain bukan seperti senandung mereka
Gentaku ini memanggil musafir yang lain, ayo kawan, ikut tamasya
Berapa banyak penyair setelah ajalnya membuka mata
Sedangkan kita terkatub selamanya setelah mati
Dan terus ngembara dalam keniscayaan
Bila menguntum atas kuburnya
Meskipun para kafilah melintas di padang pasir ini
Langkah mereka demikian lembut bagai unta menapak
Tapi aku adalah seorang pencinta: imanku bergaung melambai
Tepuk gempita Hari Pertimbangan masuk kekasihku
Laguku melampau jarak dari bunyi dawai musikku
Namun aku tak takut gitarku pecah berantakan
Bagi titik air lebih baik tak mengenal arusku yang menggelombang
Apabila dia menggila menjelma laut mabuk kepayang
Tak ada lagi yang melingkup teluk Persia
Air bahku minta laut demi laut melingkupnya
Apabila putik bunga tak bermekaran jadi taman mawar
Tak patut dia tumbuh dari limpahan awan gemawanku yang mengandung hujan
Kilat demi kilat bersemayam dalam jiwaku
Kusapu gunung dan padang
Terimalah kilatku jika kau gunung Sinai
Telah dianugerahkan pada diriku kehidupan abadi
Akulah murid dari kegaiban hidup sejati
Bahkan sebutir abu pun akan hidup oleh nyala api laguku
Dia lepaskan sayapnya, maka dia menjelma kunang-kunang
Tak seorang pun pernah membisikkan rahasia yang kuceritakan ini
Atau mengumpulkan mutu di atas mutu gagasan seperti ini
Kemarilah, jika engkau ingin mengetahui rahasia kehidupan abadi
Kemarilah, jika engkau ingin langit dan bumi
Guruku yang purba dari langit telah memberi ilmunya pada diriku
Tak dapat kurahasiakn dia dari kawan-kawanku
Wahai Saqi, penuang anggur! Tuangkan anggur dalam piala
Hapuskan desakan waktu dari hatiku!
Anggur kemilau mengalir dari pusat kesucian zamzam
Andaikan dia seorang pengemis, namun raja akan menghormati dirinya
Dijadikannya perasaan semakin bijaksana dan sederhana
Dijadikannya mata yang tajam agar semakin awas memandang
Dijadikannya ilalang seberat gunung
Dan dianugerahkannya tenaga singa jantan pada seekot kancil
Karenanya pula maka abu terbang hingga ke bintang surya
Dan setitik air menjelma samudera luas
Didengungkannya kesunyian jadi gemuruh hari pertimbangan
O, Saqi! Tuangkan anggur murni ke dalam pialaku!
Tuangkan sinar El Qomar dalam kegelapan malam anganku
Biar kubimbing si pengembara pulang ke rumahnya
Akan kuhiasi sang pelamun dengan kegelisahan pencarian demi pencarian
Agar dia menjadi terkenal sebagai seorang pembaru
Dan mata mereka yang buram akan bening berkilatan
Dan bagai irama merdu yang bertenggelaman ke dalam telinga dunia
Meluhurkan kembali ketinggian syair
Dan curahan airmataku menyegarkan rumput-rumput kerontang
Jalaluddin Rumi Sang Sufi Sejati telah mengilhami diriku
Maka aku kembali membaca buku tertutup yang diliputi hikmah
Dan kepenuhan rahasia itu
Jiwanya adalah sumber api berkobaran
Sedang aku cuma bara kekaguman yang menyala jadi api
Yang terbakar oleh pelitanya, aku si agas itu
Anggurnya memenuhi pialaku
Rumi mengubah tanahku jadi emas permata
Lalu merias abuku dengan Keindahan
Dan butir pasir ini berasal dari gurun
Dia datang untuk mendapatkan sinat berkilauan matahari
Akulah gelombang yang menyatu dengan lautnya
Kujadikan mutiara milikku penuh kilau
Anggur lagunya membuat diriku mabuk kepayang
Dan kuhidupi diriku dari nafas kata-kata
Malam
Hatiku nyaris tenggelam dalam pusaran keluh kesah
Kesunyian ditingkah oleh tangisku kepada Ilahi
Aku ratapi derita sengsara dunia ini
Dan aku merana tatkala pialaku telah kosong
Akhirnya kantuk memperdayaku, aku tak kuasa lagi, akupun tertidur
Maka, aku bermimpi sang guru yang datang dari ufuk Hakikat
Dia yang menulis masnawi dari Persia
Berkata: " Wahai, sang pencinta mesra, minum seteguk anggur Cinta
Dengungkan dawai kalbumu
Benamkan kepala dipinggir piala ini
Jadikan tawamu sumber segala keresahan
Jadikan hati manusia berdasar dari air matamu!
Akan berapa lama lagi engkau berdiam diri seperti putik bunga?
Pancarkan aroma wangimu seperti mawar!
Jika lidahmu terikat engkau akan menderita
Lemparkan dirimu ke dalam api laksana damar!
Bagai genta membahana pecahkan kesunyian ini
Dan dari seluruh bagian tubuhmu wujudkan pribadimu
Kaulah api!
Ramaikan dunia ini dengan nyalamu
Kobarkan yang lain dengan cahayamu
Hidupkan kembali rahasia Sang Penjual Anggur
Kau adalah gelora anggur dan piala kristal jubahmu
Mari, pecahkan cermin ketakutan
Pecahkan botol dan buli-buli di pasar
Seperti peniup buluh perindu, tiup pesanmu dengan serulingmu itu
Layangkan kabar kekasih untuk Majnun dari Laila
Ciptakan irama baru bagi lagumu
Meriahkan pesta raja dengan alun suaramu
Bangkitlah!
Hidupkan kembali seluruh ruh yang hidup
Bangkitlah!
Dan bergegas dengan langkah-langkah berjiwa
Berjalan tegak lalu arahkan langkahmu ke jalan yang lain
Enyahkan segala kemesraan romantika lama
Karibkan dirimu dengan kenikmatan bersenandung
Wahai genta kafilah gemakan suaramu!"
Dari rangkaian kata yang mengalir ini dadaku terang bercahaya
Perasaanku dipenuhi keharuan bersama tiupan seruling
Bangkitlah!
Aku bagaikan irama musik dari dawai-dawai kecapi
Yang menghadirkan taman firdausi bagi tiap telinga
Dan kusingkap tabir rahasia pribadi ini
Yang maujud dalam kesejatian hikmah
Aku adalah sebentuk arca belum sempurna
Tak jelas ujudku, tak bernilai tak pula punya mutu
Namun Cinta memahat pribadiku: Aku jadi manusia
Hingga akhirnya aku koyak tabir rahasia kehidupan
Dan aku menyuling rahasia tata hidup ini dalam laboratorium Penjadian
Aku serahkan keindahan kepada malam seperti bulan
yang asalnya adalah titik debu yang berbakti kepada dinul-Islam
Iman menghampar di lembah dan ngarai
Iman menyalakan api nyanyi tak surut
Disemaikannya sebutir zarrah dan dipungutnya matahari
Dipetiknya ratusan penyair seperti Rumi dan Attar
Akulah kecemasan: Aku akan menjulang ke langit raya!
Akulah nafas, tapi aku percik api
Dari keluhuran Cinta
Penaku menulis rahasia seluruh misteri ini
Hingga setitik air menjelma samudera
Dan sebutir pasir menjelma gurun Sahara
Bukan sekedar bersajak saja masnawiku ini
Semata memuja keindahan dan berkasih-kasihan, bukan itu tujuanku
Sebab aku muslim! Bahasa Persia bukan bahasa ibuku
Aku cuma seperti bulan sabit: pialaku tak penuh
Tak akan kau temukan pesona gaya dalam diriku
Jangan kau cari Khansar dan Isfahan pada diriku
Meskipun bahasa Urdu semanis madu
Namun lebih manis bahasa Persia
Ruhku takjub akan keindahannya
Penaku jadi sebatang ranting dalam hutan terbakar
Oleh keluhuran cita-citaku
Hanya bahasa Persia layak baginya
Pembaca, jangan cari kesalahan pada piala anggur
Tapi temukan cita rasa anggur dalam piala itu.
0 comments:
Post a Comment